sebagai sunyi puisi, pusaran dalam dir
demikian labirin, di mana jawab
tapi di mana tepi? sepi memagutku sendiri
Kusapa Engkau Dengan Wangi Bunga
kusapa engkau, sayangku, dalam wangi bunga
dieja diri di petang hari,
atau bakar diri jadi puing menjadi
Sketsa Alir Waktu
demikianlah alir itu, bersama waktu
adalah butir bening dari mata,
di mana bersumber? gemericiknya sampai,
dalam kenang, menelusur pada mula, pada kata
: hati
ada yang mengaduh pada matanya, sepercik bara yang meletik, dari
sebuah entah, di pagi yang gugup
halaman membuka halaman terbuka mata sebagai gelombang tak henti
menerjangnerjang
rona merah di pipi tak ada jawab yang kekal
Serindu Mawar Menggambar Rerumputan
sebara
memetik impian. seribu bulan. seputihputih anggrek menghilanghilang.
Tak Ada Yang Harus Menangis Malam Ini
tak ada yang harus menangis malam ini. seperti berulang kali kita terima kekalahan dengan rendah hati. mari, ini mimpi seteguk lagi.
Butir Hujan
Seperti butir hujan, yang menerpa kepala dan wajahmu
Menguyupkan kenang
Jangan berlari tergesa
Ini cuma secatat pendek dari usiamu
Mungkin sebaris dari puisi, di buku hari-hari
Seperti hujan, di matamu
Sederet nasib dikekalkan sendiri
Tunduk kepada kehendak, mengguyur tak henti
Tapi sebutir hujan kuhapus, dari pipimu
: jangan menangis lagi
Ditikam Kebisuan
sepi, kebisuan menikamku, dengan segala kenang
hingga malam adalah tawa meluka,
kata, menjadi ilusi, mimpi jarak merapat segera
ini malam menusuki
: diri